Kamis, 05 Januari 2012

NATAL DAN PROBLEMNYA: KONTRADIKSI DI DALAM BIBEL

  Harian Republika (6/12/1993) pernah memuat fatwa DR. Quraish Shihab: "tidak ada halangan bagi seorang muslim untuk mengucapkan natal." Di bulan Desember 1993 DR. Quraish Shihab juga berpendapat senada di harian republika, ketika itu ia katakan, bagi umat Islam tidak ada masalah mengucapkan selamat natal bagi orang Kristen, dalam konteks risalahnya, dan tidak menganggap Yesus sebagai tuhan.
Pendapat DR. Quraish Shihab ini langsung mendapat tanggapan (bantahan) keras dari seorang pakar Kristologi, yaitu KH. Abdullah Wasia, dalam sebuah tulisan berjudul "Sekitar Natal", ditahun 1994.
Untuk mengantisipasi hal ini agar umat muslim tidak terjerumus dan lebih berhati-hati, kita perlu mengetahui asal mula natal serta berbagai problemnya.


Asal mula natal
     “Natal” dalam arti khusus adalah peringatan kelahiran Yesus Kristus yang dianggap sebagai anak Tuhan. Di saat itu orang-orang Nashrani mengadakan kebaktian dengan menguji Yesus sebagai Tuhan pembawa terang dunia. Mereka mengagungkan pribadi Yesus yang telah dikorbankan menebus dosa, demi keselamatan dan kebahagiaan umat manusia sedunia.
     Mulanya tanggal 25 Desember adalah salah satu hari raya besar bangsa Romawi yang menyembah banyak Dewa-Dewi. Dimana orang Romawi dari abad ke X hingga abad ke VII SM sudah mengenal hari lahirnya Dewa Matahari yang diperingati setiap tanggal 25 Desember dengan sebutan Saturnalia, hari itu dianggap sebagai The Winter Salitice saat dimana matahari berada dititik yang paling jauh dari khatulistiwa.
     Orang-orang Romawi sudah lama berdo'a untuk kaisarnya agar menjadi seorang Kristen dan do'a mereka terkabul. Pada abad ke 3 m, Kaisar Romawi konstantin menjadi seorang Kristen. Kisar yang radikal itu menjadikan agama Kristen sebagai agama negara. Maka terjadilah pengkristenisasian besar-besaran, rakyat dipaksa menjadi Kristen, setiap orang harus mengikuti acara-acara ritual yang dilakukan dalam peribadatan yang dilaksanakan di Gereja-Gereja. Akibatnya mereka secara rutin mengikuti kebaktian-kebaktian ritual di Gereja, tetapi hati dan Fikiran mereka tetap jauh dari pertobatan dan menganggap Kristen sebagai agama dan Yesus sebagai tuhan dan juru selamatnya. Pada satu waktu mereka mengikuti kebaktian di Gereja, tapi pada waktu yang lain mereka tetap merayakan tanggal 25 desember sebagai Hari Raya Saturnalia (hari lahirnya Dewa Matahari).
     Penyembahan ini terus berlangsung, meskipun Kristen sudah menjadi agama negara dan kaisar sudah mengkristenkan rakyatnya. Kaisar hanya mampu mengkristenkan jasmani rakyatnya tapi tidak mampu mengkristenkan rohaninya.
Kaisar Konstantin merasa tidak damai, sebab rakyat-rakyatnya tetap merayakan saturnalia, satu kebiasaan yang jelas bertentangan dengan ajaran ke-Kristenan. Akhirnya kaisar mengumumkan bahwa tanggal 25 Desember sebagai hari raya saurnalia dan juga sebagai hari Natal atau kelahiran Kristus.
     Menurut versi lain Natal baru tercetus pada abad ke IV, tepatnya tahun 353-354 M. Pencetusnya Paus Liberius yang yang tadinya diperingati sebagai lahirnya Dewa Matahari, diubah menjadi hari lahirnya Yesus karena dia yajin Yesus adalah sang Dewa Matahari, karena dalam injil tertulis , “Aku adalah terang dunia.” (Yohanes 8:12).
Kejadian ini menimbulkan perselisihan dari banyak Gereja, diantaranya Gereja Gereja, Gereja Ortodox Timur, dll. Dimana Paus dianggap telah menyalahi aturan, sebab mereka sudah memperingati Natal pada tanggal 6-7 jnuari, 18 Maret, 18 Mei, dan 25 April.
     Untuk menetralisir perpecahan ini gereja Katolik Roma mengadakan pertemuan yang terkenal dengan Sinode Vatikan (Sidang Gereja). Sidang dipimpin oleh Rahib Dyonisius Exigiuus, ketua biara yang merangkap sabagai ahli nuju, dan menghasilkan deklarasi kompromi tanggal 25 Desember berpijak atas pertimbangan agar agama Kristen tidak mengalami distorsi keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat yang berlatar belakang kehidupan masyarakat yang berlatar belakangberbeda serta sebagai provokasi dan propaganda agar agama Kristen laku pada masyarakat penyembah Dewa Matahari yang diperingati pada 25 Desember, yang dihayati sebagai hari Beal Samus, atau kelahiran Dewa Surya.
Menurut Chatolik Enchiclopedia 1991, Natal bukan upacara gereja, upacara ini berasal dari Mesir yang dilakukan para penyembah berhala pada bulan Januari. Kemungkinan besar bangsa Roma sejak 350 M telah mengganti hari lahir ini yang bermula Januari menjadi 25 Desember yang merupakan pesta mitra (Hari Lahir Dewa Surya). (lihat : risalah No. 9/Desember 2004).


Problema Natal dalam Al-Kitab
     Sebenarnya, para pemeluk Kristen pada abad pertama sampai kelima tidak pernah menyelenggarakan perayaan Natal tersebut. Baru pada abad kelima itulah hari kelahiran Yesus dirayakan. Disamping itu mereka masih bersepekulasi tentang tanggal perayaan Natal. Ada yang mengadakan pada tanggal 6 Januari, 25 Maret, 25 Desember, bahkan kabar terakhir mengatakan ada salah satu sekte dari umat Kristiani yang mengadakannya pada tanggal 11 Desember lalu. Tetapi sampai sekarang penganut abama Kristen sendiri masih belum mengetahui tanggal dan tahun kelahiran Yesus. Al-Kitab sendiri kehilangan jejak, bahkan seling berselisih pandangan, sebagaimana yang disebut dalam injil matius:
sesudah Yesus dilahirkan di Balehem di tanah Yudea pada zaman Herodes, datanglah orang-orang Majus dari Timur ke Yerussalem.” (Matius 2:1).
     Sedangkan menurut Injil lukas 2:1-20 diceritakan bahwa Yesus lahir ketika Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk di tanah Yode. Menurut perhitungan sejarah, sensus tersebut dilakukan pada tahun 7 M. Berarti Yesus lahir pada tahun itu juga. Tetapi menurut ayat Matius 2:1, Yesus lahir pada zaman Kaisar Herodes berkuasa, yang mati pada 4 SM. (Republika 14/12/2000).
     Uraian tadi sesungguhnya menggambarkan dengan jelas bahwa terjadi kontradiksi sangat fatal pada Al-kitab sendiri, yang semestinya -sebagai suatu kitab suci- terhindar dari problema demikian. Inipun semakin membuktikan bahwa keontetikan al-Kitab (injil) yang ada pada saat ini adalah samgat diragukan. Semua ini karena wahyu-wahyu yang terdapat di dalamnya telah mengalami perubahan teks, yang dilakukan oleh para penulis injil itu sendiri. Atau dalam istilah ilmu Kristologi dikenal dengan “The text curruption and scrieble error.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar